baiklah lanjut,,,
hari ke 3 di Palembang, waktu nya jalan-jalan... udah di niatin pengen Musi trip ke Pulau kemarau, hahahah masa orang Palembang tapi belum pernah ke Pulau kemarau si, hehehe.
Sebelum nya kita ke rumah Balayuda, dulu ini rumah nya keluarga si Mama,, tapi sejak Yai meninggal dan nggak ada yang ngurus akhir nya di jual, huhuhu, sedih banget deh,,
abis dari Balayuda, ke kuburan dulu,, di kandang kawat,, tapi saya sama Olel nunggu di mobil aja (dari pada kenapa-napa si olel + saya juga pas lagi haid),,, nah selesai dari kuburan jemput tante tatik di novotel karena kita janjian mau naik kapal bareng.
untuk ke Pulau kemarau kita nyewa kapal,, tips nih mending cari orang yang bisa bahasa Palemang biar nawar nya makin asoy, heheheh,, kemaren kita dapet sewa kapal itu Rp 600.000. dan pastikan harga segitu sudah termasuk bensin untuk si kapal,, karena kemaren di tengah jalan tiba-tiba bensin habis dan mereka minta uang bensin,, hahah untung bawa kakak nya mama lengkap dengan pistol nya di pinggang nyam hahahahaha.
Mitos Pulau Kemarau
Pulau Kemarau adalah salah satu delta yang ada di Sungai Musi. Pulau Kemarau menjadi spesial bagi warga Palembang, khususnya penganut agama Budha karena keberadaan pagoda yang dibangun mulai tahun 2006 dan mitos / sejarah / legenda Pulau Kemarau itu sendiri.Menurut legenda (sebagian meyakini sebagai sejarah) masyarakat setempat konon delta ini timbul sebagai bukti cinta Putri Siti Fatimah (salah satu putri Raja Sri Vijaya) kepada calon suaminya. Ceritanya sendiri agak mirip dengan cerita Romeo & Juliet atau Sampek Eng Tay.
Konon pada akhir kerajaan Sri Vijaya (sekitar akhir abad 14) ada seorang pangeran dari Negeri Cina (lupa namanya) datang untuk belajar ke Sri Vijaya yang saat itu memang terkenal sebagai kota pendidikan. Selama berada di Sri Vijaya pangeran itu berkenalan dan jatuh hati kepada Siti Fatimah yang putri Raja Sri Vijaya. Untuk mengikat hubungan cinta mereka sang pangeran pun meminang sang putri. Gayung pun bersambut, pinangan sang pangeran diterima oleh sang putri dan keluarganya.
Untuk melengkapi pinangannya sang pangeran pun mengutus perwira pengawalnya (namanya lupa) pulang ke Cina untuk meminta cindera mata kepada bapaknya (namanya lupa). Selang berapa lama sang perwira pengawalnya datang kembali ke Sri Vijaya dengan membawa cindera mata dalam kapal beserta hulubalangnya. Tanpa sepengetahuan sang perwira pengawal dan hulubalangnya, rupanya ketika di Cina, orang tua sang pangeran menyamarkan guci, keramik dan uang cina (emas atau perak yang berbentuk perahu, kalo ga salah namanya Tael, cmiiw) dibawah tumpukan sayur dan buah-buahan. Maksudnya untuk kejutan kepada calon mantu ketika menerima buah pinangan sang pangeran.
Ketika kapal akan sandar sang pangeran memeriksa kapal untuk meyakinkan isinya sesuai yang dia harapkan. Tapi ternyata yang keliatan oleh hanya sayuran, buah-buahan dan hasil pertanian lainnya. Sang Pangeran pun panik, karena dia berharap orang tuanya mengirimi dia tael untuk menyenangkan sang putri. Setelah dia mengobrak-abrik kapal sampai putus asa dengan harapan menemukan tael diatara hasil bumi, akhirnya dia marah besar karena malu, dia melempar semua muatan kapal ke Sungai Musi dan menenggelamkan beberapa kapalnya. Ketika sebagian besar hasil bumi sudah dibuang ke sungai baru tampak oleh sang pangeran ada tael diantara hasil bumi tersebut.
Merasa menyesal sudah membuang semua sang pangeran menyuruh seluruh hulu balangnya untuk mengambil sayuran yang sudah terlanjur dibuang ke Sungai Musi. Karena arus bawah Sungai Musi yang deras sebagian besar hulu balangnya mati tenggelam dan hanyut terbawa arus. Sang Pangeran pun kemudian menyuruh perwira pengawalnya untuk menyusul mengambil kembali tael yang sudah terlanjur dibuang ke sungai, dan seperti hulubalang lainnya, sang perwira pengawal pun tidak pernah timbul lagi ke permukaan Sungai Musi.
Merasa penasaran dan tambah panik akhirnya Sang Pangeran ikut nyebur untuk mengambil sendiri buah pinangan dari dasar Sungai Musi. Tapi seperti halnya hulubalang dan perwira pengawalnya, sang pangeran pun tidak pernah timbul lagi ke permukaan sungai. Melihat kejadian itu sang putri ikut panik karena calon suaminya tidak timbul lagi ke permukaan sungai, dia pun ikut nyebut untuk menolong calon suaminya. Tapi sang putri pun tidak pernah timbul lagi ke permukaan sungai. Tidak lama berselang dari tenggelamnya sang putri dari dasar sungai timbul gundukan tanah ke permukaan sungai yang akhirnya menjadi cikal bakal delta Pulau Kemarau ini. Atas kejadian itu masyarakat pun meyakini kalau gundukan tanah itu merupakan nisan sepasang kekasih itu. Lama kelamaan, seiring berjalannya waktu gundukan tanah itu makin membesar dan jadilah delta seperti sekarang ini. Nama “Pulau Kemarau” ini sendiri diberikan oleh masyarakat setempat karena pulau ini selalu kering dan tidak pernah hilang tenggelam, bahkan ketika air Sungai Musi pasang besar sekalipun.
Tempat ini menjadi spesial bagi masyarakat Tionghoa karena cerita yang melatarbelakangi pembentukan delta itu sendiri. Makanya ketika hari raya Imlek banyak wakrga Tionghoa yang datang kesini untuk sembahyang atau mengenang kejadian tersebut atau sekedar berwisata.
di dalem nya sendiri sih ya biasa aja,, ada kuil yang di dalam nya ada kuburan si putri,,, trus yang paling unik buat saya itu si Pohon cinta,, jadi ada satu pohon besar, dimana ada banyak batang yang menyangga pohon tersebut,, tapi batang tersebut nyambung satu sama lain,, keren banget,, kata nya kalo ada pasangan yang nulis nama disitu sih bisa abadai *ini nanya ke anak-anak remaja yang lagi ada disitu) . sayang lupa di foto,, tar cari di google deh..
Selesai dari pulau Kemarau udah jam 4 sore,, tadi nya mau makan,, tapi pada minta ke Jakabaring dulu liat stadion. kalo makan dulu takut nyauda kemaleman, di Stadion sendiri sih cuma foto-foto aja,, sambil terkagum-kagum, kompleks nya besar banget dan rapi (apa karena masih baru ya (heheheh)
Selesai dari Jakabaring udah langsung makan ke Vico, akhir nya makan pempek juga, heheheh,,, trus udah deh pulang,, karena uda malem dan uda cape banget,,, besok pagi-pagi nya kita langsung pulang ke Jakarta.
Rasanya ga puasa banget cuma sebentar di Palembang,, Insya Allah pengen ke sana lagi ach,, pengen kuliner lebih banyak. heheheh
miss my hometown very much :(
BalasHapus